Pedoman Umum Farmasi V
Pengobatan SendiriSeperti halnya pada pasien dengan usia lebih muda, pengobatan sendiri dengan produk obat bebas (OB) atau obat bebas terbatas (OBT) atau mengkonsumsi obat yang diresepkan untuk penyakit-penyakit sebelumnya (atau bahkan mengkonsumsi obat dari orang lain) dapat menambah komplikasi. Diskusi dengan pasien dan keluarganya atau lebih baik kunjungan ke rumah mungkin diperlukan untuk menetapkan apa yang sebaiknya diberikan pada pasien lansia.
SensitivitasAkibat penuaan pada sistem saraf menyebabkan melemahnya kepekaan pada banyak obat yang biasa digunakan, seperti analgesik opioid, benzodiazepin, antipsikotik dan obat antiparkinson, di mana semua harus digunakan dengan hati-hati. Begitu juga, organ-organ yang lain akan makin peka terhadap efek obat seperti obat antihipertensi dan AINS.
FarmakokinetikEfek yang paling penting dari lansia adalah berkurangnya klirens ginjal. Banyak pasien lansia akan mengalami perlambatan ekskresi obat, dan makin rentan terhadap obat nefrotoksik. Penyakit akut dapat menyebabkan penurunan klirens ginjal secara cepat, terutama bila disertai dehidrasi. Demikian juga metabolisme beberapa obat dapat menurun pada pasien lansia. Perubahan farmakokinetik dapat ditandai dengan meningkatnya kadar obat dalam jaringan pada pasien lansia, terutama pada pasien yang lemah sehingga memerlukan pengurangan dosis. Obat-obatan dengan indeks terapetik sempit harus diberikan dengan pengurangan dosis, contohnya adalah digoksin dan aminoglikosida dan pengurangan dosis sebanyak 50% sebagai dosis awal dianjurkan pada banyak kasus. Penyesuaian dosis dapat tidak diperlukan untuk obat dengan indeks terapetik yang luas, contoh: penisilin. Bagaimanapun, profesi kesehatan harus waspada terhadap obat-obat yang potensial menimbulkan masalah pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
FarmakodinamikSensitivitas jaringan terhadap obat juga mengalami perubahan sesuai pertambahan umur seseorang. Mempelajari perubahan farmakodinamik lansia lebih kompleks dibanding farmakokinetiknya karena efek obat pada seseorang pasien sulit dikuantifikasi; di samping itu bukti bahwa perubahan farmakodinamik itu memang ada harus dalam keadaan bebas pengaruh efek perubahan farmakokinetik. Perubahan farmakodinamik dipengaruhi oleh degenerasi reseptor obat di jaringan yang mengakibatkan kualitas reseptor berubah atau jumlah reseptornya berkurang.
Berikut ini disampaikan beberapa contoh obat yang sering digunakan pada lansia dengan beberapa pertimbangan sesuai respons yang bisa berbeda:
Warfarin: perubahan farmakokinetik tak ada, maka perubahan respon yang ada adalah akibat perubahan farmakodinamik. Sensitivitas yang meningkat adalah akibat berkurangnya sintesis faktor-faktor pembekuan pada lansia.
Nitrazepam: perubahan respons juga terjadi tanpa perubahan farmakokinetik yang berarti. Hal ini menunjukkan bahwa pada lansia sensitivitas terhadap nitrazepam memang meningkat. Lebih lanjut data menunjukkan bahwa pemberian diazepam intravena pada pasien lansia memerlukan dosis yang lebih kecil dibandingkan pasien dewasa muda, selain itu efek sedasi yang diperoleh memang lebih kuat dibandingkan pada usia dewasa muda. Triazolam: pemberian obat ini pada warga lansia dapat mengakibatkan postural sway- nya bertambah besar secara signifikan dibandingkan dewasa muda.
Sensitivitas obat yang berkurang pada lansia juga terlihat pada pemakaian obat propranolol. Penurunan frekuensi denyut nadi setelah pemberian propranolol pada usia 50 – 65 tahun ternyata lebih rendah dibandingkan mereka yang berusia 25 – 30 tahun. Efek tersebut adalah pada reseptor β1; efek pada reseptor β2 yakni pelepasan insulin dan vasodilatasi akibat pemberian isoprenalin tidak terlihat.
Perubahan sensitivitas menunjukkan bahwa terdapat perubahan pada pasca-reseptor intraselular.
Efek yang Tidak DiinginkanPada pasien lansia efek obat yang tidak diinginkan sering tersamarkan dan biasanya tidak spesifik. Kebingungan seringkali merupakan gejala yang timbul (yang disebabkan oleh hampir semua obat-obat yang biasa digunakan). Manifestasi lain yang biasa terjadi adalah konstipasi (untuk obat antimuskarinik dan beberapa transkuiliser), hipotensi postural dan terjatuh (untuk diuretik dan beberapa psikotropik)
HipnotikBanyak psikotik dengan waktu paruh yang panjang menyebabkan efek hangover seperti mengantuk, sempoyongan, bahkan cacian dan kebingungan. Hipnotik dengan waktu paruh pendek dapat digunakan, walaupun juga dapat meyebabkan masalah (bagian 4.1.1). Penjelasan singkat mengenai hipnotik kadang-kadang berguna untuk membantu pasien dengan penyakit akut atau kegawatan yang lain, tetapi setiap upaya harus dibuat untuk menghindari ketergantungan. Benzodiazepin mengurangi keseimbangan, yang dapat mengakibatkan terjatuh.
DiuretikDiuretik diresepkan pada pasien lansia dan tidak boleh digunakan dalam jangka waktu lama untuk mengatasi udema gravitasional yang biasanya memberikan respon terhadap meningkatkan pergerakan, mengangkat kaki dan menggunakan support stocking. Pemberian diuretik untuk beberapa hari dapat mempercepat pengecilan udem tetapi jarang memerlukan terapi yang berlanjut.
AINSPendarahan yang terkait dengan asetosal dan golongan AINS lain lebih sering terjadi pada lansia yang dapat berakibat serius atau fatal. AINS juga menimbulkan efek yang membahayakan bagi pasien penyakit jantung atau gagal ginjal sehingga menempatkan pasien lansia ini memiliki risiko khusus. Karena pasien lansia makin peka terhadap efek samping AINS, maka dibuat beberapa anjuran sebagai berikut:
- Untuk osteoartritis, lesi pada jaringan lunak dan nyeri pada punggung, pertama coba lakukan langkah-langkah seperti pengurangan berat badan (jika mengalami obesitas), hangatkan, olahraga dan gunakan tongkat untuk berjalan
- Untuk osteoartritis, lesi jaringan lunak, nyeri pada punggung dan nyeri karena artritis rematoid, pertama kali gunakan parasetamol yang biasanya cukup untuk mengurangi nyeri.
- Alternatif lain, gunakan AINS dosis rendah (misalnya dapat diberikan ibuprofen sampai 1,2 g sehari)
- Untuk mengurangi nyeri yang tidak dapat diatasi oleh obat lain, dapat diberikan parasetamol dosis penuh ditambah AINS dosis rendah
- Jika diperlukan, dosis AINS dapat ditingkatkan atau berikan analgesik opioid bersama parasetamol
- Jangan berikan 2 macam obat golongan AINS secara bersamaan
Jika pengobatan dengan AINS perlu dilanjutkan, lihat saran untuk profilaksis AINS yang menyebabkan ulkus peptikum pada bagian 1.3.
Obat Lain
Obat lain yang biasanya menyebabkan efek yang tidak diinginkan adalah obat antiparkinson, antihipertensi, psikotropik dan digoksin. Dosis pemeliharaan digoksin pada pasien dengan usia sangat lanjut adalah 125 mcg sehari (62,5 mcg pada pasien dengan penyakit ginjal); dosis yang lebih rendah seringkali tidak mencukupi tetapi biasanya terjadi toksisitas pada pemberian 250 mcg sehari.
Obat lain yang biasanya menyebabkan efek yang tidak diinginkan adalah obat antiparkinson, antihipertensi, psikotropik dan digoksin. Dosis pemeliharaan digoksin pada pasien dengan usia sangat lanjut adalah 125 mcg sehari (62,5 mcg pada pasien dengan penyakit ginjal); dosis yang lebih rendah seringkali tidak mencukupi tetapi biasanya terjadi toksisitas pada pemberian 250 mcg sehari.
Obat yang menyebabkan gangguan pada darah lebih jauh lebih sering terjadi pada lansia. Begitu juga obat yang dapat menyebabkan depresi sumsum tulang belakang (misalnya kotrimoksasol, mianserin) harus dihindarkan kecuali tidak ada alternatif lain yang tersedia. Pada umumnya pasien lansia memerlukan dosis pemeliharaan warfarin yang rendah dibandingkan dengan dewasa muda; dengan kemungkinan pendarahan yang mungkin terjadi cenderung lebih serius.
PedomanSelalu pertimbangkan bahwa obat memang benar-benar diindikasikan
Pembatasan. Sebaiknya obat yang diberikan terbatas saja dengan efek obat pada pasien lansia sudah diketahui dengan pasti.
Penurunan Dosis. Umumnya dosis untuk pasien lansia lebih rendah dibandingkan untuk pasien dengan usia yang lebih muda. Dosis biasanya dimulai dari 50% dosis dewasa. Pemakaian beberapa obat (misalnya antidiabetik kerja panjang seperti glibenklamid dan klorpropamid) harus dihindari sama sekali.
Pengkajian secara berkala. Secara berkala buat kajian terhadap resep obat yang diberikan berulang. Berdasarkan pemantauan kemajuan klinis, beberapa pasien dapat dihentikan pemberian beberapa obatnya. Bila fungsi ginjal menurun kemungkinan diperlukan pengurangan dosis beberapa obat.
Sederhanakan Regimen. Pengobatan dengan regimen yang sederhana akan menguntungkan bagi pasien lansia. Hanya obat dengan indikasi jelas yang diresepkan dan apabila memungkinkan diberikan 1 atau 2 kali sehari. Regimen yang interval dosisnya membingungkan harus dihindari.
Terangkan Dengan Jelas. Tulis instruksi secara lengkap pada setiap resep (termasuk pengulangan resep) jadi kemasan harus diberi label dengan petunjuk lengkap. Hindari keterangan ”seperti petunjuk”. Kemasan yang mudah rusak oleh anak-anak mungkin tidak sesuai.
Pengulangan dan Pemusnahan. Beritahukan pasien apa yang harus dilakukan bila obat sudah habis, dan juga bagaimana menyingkirkan obat apabila tidak diperlukan lagi. Resepkan dengan jumlah yang sesuai. Apabila petunjuk ini diikuti diharapkan banyak lansia akan mampu mengatasi masalah terkait obat yang digunakan. Jika instruksi ini tidak diikuti maka perlu diikut sertakan pihak ketiga (biasanya keluarga atau teman) untuk membantu.
Peresepan Pada Terapi PaliatifTerapi paliatif adalah terapi pada pasien yang tidak responsif dengan terapi kuratif. Tujuannya adalah mengurangi nyeri dan gejala yang lain, mengurangi masalah psikologis, sosial dan spiritual, serta yang paling penting meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya. Pemantauan gejala dan apa yang diperlukan pasien dilakukan oleh tim multidisiplin. Jumlah obat diusahakan sesedikit mungkin. Preparat oral biasanya lebih memuaskan. Namun bila terjadi mual, muntah, sakit menelan, lemah, dan koma dibutuhkan pemberian parenteral.
Baca Juga :
Sumber : PioNas BPOM
0 Response to "Pedoman Umum Farmasi V"
Post a Comment