Laporan MIC Padat Mikrobiologi Lengkap
LAPORAN AKHIR
PENENTUAN MINIMUM INHIBITORY CONCENTRATION (MIC)
DARI SUATU SEDIAAN UJI YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK DENGAN METODA MIC
PADAT
I.
TUJUAN
Menentukan Minimum Inhibitory
Concentration (MIC) suatu antibiotika (kloramfenikol) terhadap bakteri Gram
negatif, Escherichia coli, dan
bakteri Gram positif, Staphylococcus
aureus, dengan metoda MIC padat.
II.
PRINSIP
·
Pengenceran larutan antibiotika (kloramfenikol) V1.M1
= V2.M2
·
MIC ( konsentrasi terendah dimana pertumbuhan bakteri terhambat )
suatu antibiotik yang berlainan terhadap bakteri tertentu.
III. TEORI
Minimum inhibitory concentration (MIC), adalah konsentrasi terendah dari antimikroba yang akan
menghambat pertumbuhan dari mikroorganisme setelah diinkubasi semalaman. MIC
sangat penting dalam diagnosa laboratorium untuk mengetahui resistensi dari
mikroorganisme terhadap antimikroba dan juga untuk memonitor aktivitas dari
senyawa-senyawa antimikroba. Secara klinis, MIC tidak hanya digunakan untuk
menentukan jumlah dari antibiotik yang
akan diterima oleh pasien tetapi juga tipe dari antibiotik yang digunakan, yang
mana dapat menurunkan resistensi mikroba terhadap antimikroba tertentu.( Jawetz, et al. 2004.)
Resistensi
antibiotik adalah kemampuan dari mikroorganisme untuk menahan efek dari
antibiotik. Terdapat tipe khusus dari resistensi obat. Resistensi antibiotik
secara alami terbentuk dari seleksi alam melalui pengacakan mutasi, tetapi
resistensi juga terbentuk untuk tujuan dari pembentukan senjata alami. Sekali
sebuah gen dibangun, bakteri kemudian dapat mengirim informasi genetik antar
individuoleh perubahan plasmid. Jika sebuah bakteri membawa beberapa gen
resisten, hal tersebut disebut multiresisten atau, biasanya, hama super. (Anonymous. 2007)
Antibiotika (L. Anti=lawan, bios=hidup) adalah zat-zat kimia yang
dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat yang mematikan atau
menghambat pertumbuhan kuman, sedankan toksisitasnya bagi manusia relatif
kecil. Turunan zat tersebut, yang dibuat secara semi-sintetis, termasuk
kelompok ini; begitu pila senyawa sintetis dengan khasiat anti bakteri lazimnya
disebut antibiotika. (Anonymous. 2007)
Kegiatan antibiotis pertamakalinya ditemukan secara kebetulan oleh dr.
Alexander Fleming (Inggris,1928,penisilin). Tetapi penemuan ini baru
dikembangkan dan digunakan pada permulaan Perang Dunia II di tahun 1941, ketika
obat-obat antibakteri sangat diperlukan untuk menanggulangi efeksi dari
luka-luka akibat pertempuran.
Kemudian, para peneliti di seluruh dunia memperoleh banyak zat lain dengan
khasiat antibiotis. Akan tetapi, berhubung denga sifat toksisnya bagi manusia,
hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan sebagai obat. Yang terpenting
diantaranya adalah streptomisin(1944), kloramfenikol(1947), tetrasiklin(1948),
eritromisin(1952), rifampisin(1960), bleomisin(1965), doksorubisin(1969),
minosiklin(1972), dan tobramisin(1974). (Nester,E.W.,C.E.Roberts & B.J.McCarthy,1973)
Pembuatannya
Lazimnya antibiotika dibuat secara mikrobiologi, yaitu fungi dibiakan dalam
tangki-tangki besar bersama zat-zat gizi khusus. Oksigen atau udara steril
disalurkan ke dalam cairan pembiakan guna mempercepat pertumbuhan fungi dan
meningkatkan produksi antibiotikumya. Setelah diisolasi dai cairan kultur
antbiotikum dimurnikan dan aktifitasnya ditentukan.
·
Antibitika semisintetis, yaitu apabila pada persemaian(culture substrate)
dibubuhi
zat-zat
pelopor tertentu, maka zat-zat ini diinkorporasi kedalam antibiotikum dasarnya.
Hasilnya disebut
senyawa semisintetis, misalnya penisilin-V.
·
Antibitika sintetis tidak dibuat lagi dengan jalan biosintetis tersebut,
melainkan dengan sintesa kimiawi, misalanya kloramfenikol.
Mekanisme Kerja
Cara kerja yang terpenting adalah perintangan sintesa protein, sehingga
kuman musnah atau tidak berkembang lagi, misalanya kloramfenikol, tetrasiklin,
aminoglikosida, makrolida, dan linkomisin. Selain itu beberapa antibiotika
bekerja terhadap dinding sel (penisilin dan sefalosporin) atau membran sel
(polimiksin, zat-zat polyen dan imidazol).
Antibiotika tidak aktif terhadap kebanyaka virus kecil, mungkin karena
virus tidak memiliki proses metabolisme sesungguhnya, melainkan tergantung
seluruhnya dari proses tuan-rumah.
Aktifitasnya
Pada umumnya aktivitasnya dinyatakan dengan satuan berat (mg), kecuali
zat-zat yan belum dapat diperoleh 100% murni dan terdiri dari campuran beberapa
zat. Misalnya, polimiksin B, basitrasin, dan nistatin, yang aktivitasnya selalu
dinyatakan dengan Satuan Internasional (I.U.). Begitu pula senyawa kompleks
dari penisilin, yakni prokain-dan bezantin-penisilin.
Penggunaan
Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman
aau juga untuk prevensi infeksi, misalnya pada pembedahan besar. Secara
profilaktis juga diberikan pada pasien dengan sendi dal klep jantung buatan,
juga sebelum cabut gigi.
Penggunaan penting non-terapeutis adalah sebagai stimulans pertumbuhan
dalam peternakan sapi, babi, dan ayam. Efek ini secara kebetulan ditemuakan
pada tahun 1940-an, tetapi mekanisme kerjanya belum diketahui dengan jelas.
Diperkirakan antibiotika bekerja setempat di dalam usus dengan menstabilisir
floranya. Kuman-kuman ”buruk” yang merugikan dikurangi jumlah dan aktivitasnya,
sehingga zat-zat gizi dapat dipergunakan lebih baik. Pertumbuhan dapat
distimulasi dengan rata-rata 10%. Yang digunakan adalah terutama makrolida dan
glikopeptida dalam makanan ternak dan jumlahnya kini sudah meningkat sampai
lebih dari 3 kali daripada pengunaannya sebagai obat pada manusia.
Golongan Kloramfenikol (Kemiticine)
Semula
diperoleh dari sejenis Streptomyces
(1947), tetapi kemudian dibuat secara sintetis. Antibiotikum broadspectrum ini berkhasiat terhadap
hampir semua kuman Gram-positif dan sejumlah kuman Gram-negatif, juga terhadap
spirokhaeta, Chlamydia trachomatis
dan Mycoplasma. Tidak aktif terhadap kebanyakan suku Pseudomonas, Proteus, dan
Enterobacter (Tjay & Rahardja, 2003).
D (-)
treo-2-dikloasetamido-1-p-nitrofenilpropana-1. 3-diol
Kegunaan Kloramfenikol
Khasiatnya
bersifat bakteriostatis terhadap Enterobacter
dan Staphilococcus aureus
berdasarkan perintangan sintesa
polipeptida kuman. Kloramfenikol bekerja
bakterisid terhadap Streptococcus pneumoniae, Neiss. meningitides, dan H. influenzae. Berhubung reaksi anemia
aplastis fatal, kloramfenikol di negara Barat sejak tahun 1970-an jarang
digunakan lagi per oral untuk terapi manusia.
Dewasa ini hanya dianjurkan pada beberapa infeksi bila tidak ada
kemungkinan lain, yaitu pada infeksi tifus (Salmonella
thphii) dan meningitidis (khusus akibat H.influenzae),
juga pada infeksi anaerob yang sukar dicapai obat, khususnya abces otak oleh B. fragilis. Untuk infeksi tersebut juga
tersedia antibiotika lain yang lebih aman dengan efektivitas sama (Tjay &
Rahardja, 2003).
Konsentrasi
MIC “ Minimum Inhibotory
Concentration” dari antibiotik cloramphenicol adalah sebesar ≥ 32
µg/ ml. Hal ini berarti konsentrasi terkecil dari kloramphenicol yang
masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri sekurang-kurangnya adalah sebesar 32
µg/ ml.
Ada 2 jenis bakteri yang akan
diuji pada praktikum ini, yaitu :
1. Staphylococcus
aureus
Staphylococcus aureus biasa hidup pada kulit, saluran pernafasan,
dan saluran pencernaan. Bakteri ini dapat menyebabkan jerawat dan jika terdapat
di bawah kulit, dapat menyebabkan abses. Di rumah sakit, keresistenan Staphylococcus aureus terhadap
antibiotik adalah masalah besar. Beberapa genus Staphylococcus
aureus mensekresi racun dan dapat menyebabkan kematian.
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang hidup di permukaan
tubuh individu sehat tanpa membahayakan, terutama sekitar hidung, mulut, alat
kelamin, dan rektum. Tetapi ketika kulit kita mengalami luka atau tusukan,
bakteri ini akan masuk melalui luka dan menyebabkan infeksi. Bakteri ini sering
menyebabkan penyakit permukaan kulit minor, termasuk terbentuknya nanah, bisul
pada folikel rambut. Bakteri Staphylococcus
aureus dapat menyebabkan bisul, impetigo, toxic shock syndrome,
folliculities, dan infeksi lainnya. Farmakokinetik dari levofloxacin yang
terdapat pada serum dan lepuhan cairan kulit (Skin Blister Fluid / SBF).
Antibiotik untuk Enterobacteriaceae dan Staphylococcus aureus yang
diisolasi dari saluran pernafasan dilakukan tahun 1997 – 1999 sebagai bagian
dari survey Observasi Epidemiologi Italia. Metode standardisasi untuk
menentukan MIC dari 22 antibiotik untuk Escherichia
coli (n=684) setara dengan MIC dari
11 antibiotik untuk Staphylococcus aureus (n=1,606). Antibiotik yang efektif
untuk Escherichia coli adalah turunan ketiga dari cephalosporins dan aztreonam.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram
positif, tidak bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk kapsul. Biasanya
tersusun dalam rangkaian berbentuk mirip anggur. Staphylococcus aureus
adalah sebuah bakteri yang tinggal di kulit atau hidung orang yang sehat.
Organisme ini dapat menyebabkan infeksi kulit ringan (seperti jerawat, bisul,
dal selulitis) dan menyebabkab bisul bernanah. S. aureus merupakan kokus
gram-negatif, terihat seperti anggur, koloni berwarna kuning-keemasan, sering
kali mengalami β-hemolisis ketika tumbuh pada media
agar darah.
Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob dan
anaerob, fakultatif yang mampu menfermentasikan manitol dan menghasilkan enzim
koagulase, hyalurodinase, fosfatase, protease dan lipase. Staphylococcus aureus mengandung lysostaphin yang dapat mentebabkan
lisisnya sel darah merah. Toksin yang dibentuk oleh Staphylococcus aureus adalah haemolysin alfa, beta, gamma delta dan
apsilon. Tosin lain adalah leukosidin, enterotoksin dan eksfoliatin.
Enterotosin dan eksoenzim dapat menyebabkan keracunan makanan terutama yang
mempengaruhi saluran pencernaan. Leukosidin menyerang leukosit sehingga daya
tahan tubuh akan menurun. Eksofoliatin merupakantoksin yang menyerang kulit
dengan tanda-tanda kulit terluka baker.
S. aureus paling sering ditemukan sebagai penyebab keracunan makanan.. Peracunan
terjadi karena termakannya enterotoksin yang dihasilkan oleh mikroba ini. Pada
umumnya gejala-gejala mual, pusing, muntah dan diare muncul
2 sampai 6 jam setelah makan makanan yang tercemar itu. Selain itu, S. aureus juga dapat
menjadi penyebab penyakit Pneumonia
Suhu optimum untuk pertumbuhan staphylococcus aureus adalah 35o-37oC
dengan suhu optimum 6,7oC dan suhu maksimum 45,4oC.
bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0-9.8 dengan pH optimum 7,0-7,5. Pertumbuhan
pada pH mendekati 9,8 hanya mungkin bila substratnya mempunyai komposisi yang
baik untuk pertumbuhannya. Bakteri ini membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh
dan akan distimulir pertumbuhannya dengan adanya thiamin. Pada keadaan
anaerobic, bakteri ini juga membutuhkan urasil. Untuk pertumbuhan optimum
diperlukan sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin,
tirosin, sistein, metionin, lisin, prolin, histidin dan arginin. Bakteri ini
tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau
protein.
Selain memproduksi koagulase, S.
aureus juga dapat memproduksi berbagai toksin, diantaranya:
1.
Eksotokin-a yang
sangat beracun
2.
Eksotokin-b yang
terdiri dari hemosilin, yaitu suatu komponen yang dapat menyebabkan lisis pada
sel darah merah.
3.
Toksin F dan S, yang
merupakan protein eksoseluler dan bersifat leukistik
Hialuronidase, yaitu
suatu enzim yang dapat memecah asam hyaluronat di dalam tenunan sehingga
mempermudah penyebaran bakteri ke seluruh tubuh.(K, Todar. 2007)
2. Escherichia coli
E.coli adalah anggota flora usus normal.
Bakteri enterik lain (spesies Proteus, Enterobacter, Klebsiella, Morganella,
Providencia, Citrobacter, dan Serratia) juga ditemukan sebagai anggota flora
usus normal tetapi masih lebih jarang dibandingkan Escherichia coli. Bakteri enterik kadang-kadang ditemukan dalam
jumlah kecil sebagai bagian dari flora normal saluran pernafasan bagian atas
dan saluran genital. Bakteri enterik pada umumnya tidak menyebabkan penyakit,
dan dalam usus mungkin berperan terhadap fungsi dan nutrisi normal. Ketika
terjadi infeksi yang penting secara klinik, biasanya disebabkan oleh Escherichia coli, tetapi bakteri enterik
lain adalah penyebab infeksi yang didapat di rumah sakit dan kadang-kadang
menyebabkan infeksi yang didapat dari komunitas. Bakteri menjadi bersifat
patogen hanya bila bakteri ini berada di luar usus, yaitu lokasi normal
tempatnya berada atau di lokasi lain dimana flora normal jarang terdapat.
Tempat yang paling sering terkena infeksi yang penting secara klinik adalah
saluran kemih, saluran empedu, dan tempat-tempat lain dirongga perut. Beberapa
bakteri enterik (misalnya Serratia marcescens, Enterobacter aerogenes)
merupakan bakteri patogen yang oportunis. Ketika pertahanan inang tidak kuat
khususnya pada bayi atau lanjut usia, pada stadium akhir dari penyakit-penyakit
lain, setelah pengobatan dengan imunosupresan, atau pada pemasangan kateter
uretra atau infus vena dapat menimbulkan infeksi lokal yang penting secara
klinik, dan bakteri dapat mencapai aliran darah lalu menimbulkan sepsis.
Patogenesis & Gambaran klinik
Manifestasi klinis infeksi oleh Escherichia
coli dan bakteri enterik lain bergantung pada tempat infeksi dan tidak
dapat dibedakan oleh gejala atau tanda-tanda akibat proses yang disebabkan oleh
bakteri lain.
1. Infeksi saluran kemih. E coli adalah penyebab yang paling lazim dari infeksi saluran kemih
dan merupakan penyebab infeksi saluran kemih pertama pada kira-kira 90% wanita
muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering kencing, disuria, hematuria,
dan piuria. Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran kemih bagian
atas. Tak satu pun darigejala atau tanda-tanda ini besifat khusus untuk infeksi
E coli . infeksi saluran kemih dapat
mengakibatkan bakteremia dengan tanda-tanda klinik sepsis.
E coli yang nefropatogenik secara khas
menghasilkan hemosilin. Kebanyakan infeksi disebabkan oleh Escericia coli
dengan sejumlah kecil tipe antigen O. Antigen K tampaknya penting dalam proses
patogenesis infeksi saluran atas. Pielonefritis berhubungan dengan jenis pilus
khusus, pilus P, yang mengikat zat golongan darah P.
2. Penyakit diare yang berkaitan
dengan Escericia coli. E coli yang menyebabkan diare
sangat sering ditemukan di seluruh dunia. E
coli ini diklasifikasikan oleh ciri
khas sifat-sifat virulensinya, dan setiap grup menimbulkan penyakit melalui
mekanisme yang berbeda. Sifat pelekatan sel epitel usus kecil atau usus besar
disandi oleh gen pada plasmid. Secara serupa, toksin seringkali diperantarai
plasmid atau faga.
4. ALAT DAN BAHAN
·
Alat :
1.
Mortir dan stamper
2.
Tabung reaksi besar (2)
3.
Rak tabung
4.
Cawan petri (3)
5.
Volume pipet beukuran
1 ml dan 10 ml
6.
Labu ukur 100 ml
7.
Labu ukur 25 ml
8.
Ose dan lampu spiritus
9.
Inkubator
·
Bahan :
1.
Sediaan uji (Kloramfenikol)
2.
Suspensi bakteri Gram negatif (E
coli, S. aureus,)
3.
Nutrient Agar (NA)
4.
Pelarut sediaan uji (etanol)
5.
Air suling
5. PROSEDUR
Kloramphenicol
digerus terlebih dahulu kemudian dimasukkan dalam labu ukur dan dilarutkan
dalam pelarutnya. Kemudian ditambah
dengan aquadest sampai tanda batas labu ukur 100ml. Kemudian rencanakan
pengenceran dan konsentrasi tiap tabung dihitung konsentrasi masing-masing
pengenceran dalam tabung besar yang diinginkan adalah 300µg, 200 µg, dan 100 µg.
Selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat larutan antibiotik dan air suling
steril pertama disiapkan tiga buah tabung reaksi besar, kemudian tabung diisi
dengan 1.5 ml sampel antibiotik yang telah dilarutkan dalam labu ukur dan 11 ml
aquadet steril. Dikocok. Setelah itu Disiapkan 3 buah cawan petri. Permukaan
cawan kemudian dibagi 2 dua bidang sama besar, dan diberi label nama bakteri
yang akan digunakan pada setiap area. Masing-masing pengenceran yang telah
dibuat dimasukkan ke dalam cawan-cawan petri sebanyak 0.5 ml, dan kemudian
ditambahkan ke dalamnya 4.5 ml NA/Nutrient
Agar. Cawan petri tersebut kemudian digoyangkan perlahan agar campuran
tercampur rata. Dan akhirnya didiamkan hingga membeku. Kontrol positif terdiri dari 5 ml NA dan satu
ose bakteri. Kontrol negatif hanya berisi 5 ml NA. Semua tabung reaksi
diinkubasi pada suhu 370C selama 18-24 jam. Diamati hasil kekeruhan
yang terjadi kemudian bandingkan dengan kontrol positif dan negatif. MIC-nya
terletak pada tabung bening terakhir atau sebelum tabung keruh pertama.
6. DATA
PENGAMATAN
Pengamatan
|
Cawan
I / 10 µg
|
Cawan
II / 20 µg
|
Cawan
III / 30 µg
|
|||
Kekeruhan
|
E.coli
|
S.aureus
|
E.coli
|
S.aureus
|
E.coli
|
S.aureus
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Keterangan gambar : (+) : terdapat
pertumbuhan bakteri.
·
Pengenceran:
Di dalam labu ukur
Konsentrasi tetrasiklin : 250mg/100ml = 2500µg/ml
a)
Pengenceran
tabung besar 1 :
1.5 ml
larutan + 11 ml aquadest
V total=12.5
ml
V1 N1 =
V2 N2
1.5 x 2500 = 12.5 x N2
N2 = 300 µg/ml
b)
Pengenceran
tabung besar 2 :
Konsentrasi yang diinginkan adalah 200 µg/ml
V total= 3 ml
V1 N1 =
V2 N2
2 x 300 = V2 x 200
V2 = 3 ml
Jadi Vtotal =2ml hasil pengenceran tabung I
+ 1 ml aquadest
c)
Pengenceran
tabung besar 3 :
Konsentrasi
yang diinginkan adalah 100 µg/ml
V total= 2
ml
V1 N1 = V2 N2
1 x 200 = V2 x 100
V2 = 2 ml
Jadi Vtotal =1 ml hasil pengenceran tabung
II + 1 ml aquadest
7. PEMBAHASAN
Percobaan
ini menguji Minimum Inhibitor Concentracy (MIC) dari antibiotik Kloramfenikol
terhadap bakteri Staphylococcus aureus,
dan Eschericia coli. MIC adalah konsentrasi terkecil zat antimikroba yang
masih mempunyai daya hambat atau mulai bekerja pada mikroorganisme tertentu
atau dengan kata lain konsentrasi terendah antibiotik untuk membunuh bakteri di
dalam cawan petri atau in vitro.
Sediaan yang akan diuji, dalam hal ini kloramfenikol. Dalam melarutkan pada
labu ukur, harus diperhatikan ketepatan dalam menambahkan air sampai tanda
batas, jika pelarut melebihi tanda batas maka konsentrasi kloramfenikol akan
berkurang. Begitu juga sebaliknya jika pelarut yang ditambahkan kurang dari
tanda batas,konsentrasi kloramfenikol akan lebih besar dari yang
diperhitungkan.
Sebelum memulai praktikum, dilakukan perencanaan pengenceran dan
perhitungan konsentrasi. Hal ini dilakukan untuk mempermudah penentuan nilai MIC dari antibiotik yang
pada percobaan ini adalah kloramfenikol. Pertama-tama dilakukan pengenceran
sesuai dengan perhitungan. Setelah dilakukan pengenceran pada tabung, dilakukan pembagian pada permukaan dasar cawan petri menjadi 2 area
sama besar. Setiap area ini diberi label nama bakteri untuk mempermudah dalam
pengamatan. Pada penggunaan cawan petri, jangan dibiarkan dalam kondisi
terbuka, agar isi cawan tidak terkontaminasi oleh udara luar.
Kemudian setiap tabung reaksi kecil yang telah dilakukan pengenceran, yaitu
dengan konsentrasi 300µg, 200 µg, dan 100 µg, diambil 0.5 ml dan dimasukkan ke
dalam cawan petri. Proses ini dilakukan dalam keadaan aseptis, untuk
menghindari kontaminasi dari udara luar. Lalu ditambah dengan 4.5 ml Nutrien
agar cair bersuhu 40-50 ºC. Nutrien agar harus tetap dalam suhu tersebut,
karena jika dibawah suhu tersebut, nutrien agar akan membeku dan tidak bisa
dituang. Pada saat penuangan, juga harus dilakukan dalam keadaan aseptis.
Setelah ditambahkan nutrien agar, cawan petri tersebut segera digoyang perlahan
pada permukaan yang datar, untuk mencegah nutrien agar membeku lebih dulu
sebelum bercampur sempurna dengan antibiotik. Setelah itu, didiamkan hingga
membeku. Medium ini harus tercampur sempurna, agar pertumbuhan pada bakteri
yang dapat tumbuh dapat tersebar merata.
Setelah nutrien agar membeku, masing-masing bakteri digoreskan pada area
yang telah diberi label sesuai dengan nama bakterinya. Pengocokan harus dilakukan sebelum sampel
dituangkan ke dalam cawan petri agar sampel tersebar merata dan konsentrasinya
sesuai. Selain itu, percobaan harus dilakukan secara aseptis yaitu bekerja
dekat api, hal ini bertujuan agar bakteri uji yang digunakan tidak
terkontaminasi dengan bakteri yang lain. Penggoresan
harus dilakukan secara hati-hati, supaya medium padat tidak rusak, karena dapat
mempengaruhi pertumbuhan bakteri yang dapat tumbuh. Setelah itu, cawan petri ini
diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 18-24 jam. Proses inkubasi dilakukan untuk
menciptakan suasana ideal dalam proses pembiakan bakteri sehingga proses dapat
berlangsung maksimal. Waktu 18-24 jam ditentukan karena pada rentang waktu
tersebut bakteri berada pada fase perkembangbiakan optimal atau fase logaritma.
Setelah diinkubasi, dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan bakteri dalam
cawan petri. Pada bagian yang ditanam oleh bakteri E.coli, memberikan hasil yang positif pada semua konsentrasi
antibiotik. Hal ini menunjukkan bahwa berbagai konsentrasi antibiotik tidak
dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Karena MIC dari kloramfenikol adalah ≥ 32 µg. Dan konsentrasi pada tiga cawan
petri yang kami uji tidak melebihi dosis 32 µg yaitu hanya pada 30 µg,20 µg,
dan 10 µg sehingga pada ketiga cawan petri tersebut memang tidak ada MIC-nya.
Sama seperti bakteri E.coli pada
bakteri S. aureus terlihat
pertumbuhan pada konsentrasi ketiganya, dari hal ini kita dapat ambil
kesimpulan yang hampir sama dengan bakteri E.coli,
yaitu karena pada ketiga cawan petri tidak memenuhi konsentrasi MIC untuk
kloramfnikol sehingga ketiga cawan petri tetap ditumbuhi bakteri.
MIC padat
mempunyai kelebihan dibandingkan dengan MIC cair. Pada MIC padat, satu sampel
antibiotik dapat mengidentifikasi sekaligus lebih dari satu bakteri, sedangkan
pada MIC cair tidak bisa demikian yaitu satu antibiotik digunakan untuk satu
bakteri. MIC terletak pada cawan petri bening terakhir atau sebelum cawan petri
ditumbuhi bakteri pertama. Proses ini dilakukan dalam keadaan aseptis.
Hasil
percobaan ini dicatat dan sebagai patokan dalam menentukan hasil pengamatan,
sampel uji dibandingkan dengan kontrol positif yaitu 5 ml NA dengan 1 ose
bakteri dan kontrol negatif yaitu 5 mL NA. Jika tumbuh koloni bakteri berarti
masih ada bakteri yang hidup (hasil positif). Sebaliknya, jika tidak ada
pertumbuhan (bening) berarti bakteri yang terdapat di dalamnya mati (hasil
negatif).
8. KESIMPULAN
Minimum
Inhibitory Concentration (MIC) dari antibiotik kloramfenikol terhadap bakteri Eschericia coli dan Staphylococcus aureus adalah ≥32 µg oleh karena itu pada ketiga
cawan petri ditumbuhi koloni-koloni bakteri.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2007. Antibiotic Resistance. http://en.wikipedia.org/wiki/Antibiotic_resistance
Anonymous. 2007. Minimum
Inhibitory Concentration.
http://en.wikipedia.org/wiki/Minimum_inhibitory_concentration
Jawetz, et al. 2004. Medical Microbiology. Twenty-Third Edition. San Fransisco :
McGraw-Hill.
Nester,E.W.,C.E.Roberts
& B.J.McCarthy. 1973. Microbiology Molecules, Microbes, and Man. United State America: Pear sall
halt,Rinehart and Winston,Inc.
Tjay, Tan Hoan, K. Rahardja. 2002. Obat-obat
Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya. Jakarta : PT Gramedia.
Todar, K., 2007. Staphylococcus. University
of Wisconsin-Madison Department
Of Bacteriology,
http:// www.bact.wisc edu/.
0 Response to "Laporan MIC Padat Mikrobiologi Lengkap"
Post a Comment