Laporan Penetapan Kadar Air Dan Kadar Abu Lengkap Docx
Laporan Penetapan Kadar Air Dan Kadar Abu Lengkap Docx - Salam farmasi indonesia, berikut laporan dari matakuliah farmakognosi penetapan kadar abu dan kadar air.
PENEPATAN KADAR AIR DAN PENETAPAN KADAR ABU
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air pada bahan pangan tidak hanya dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan manusia, tetapi mempunyai peranan yang sangat besar bagi bahan pangan
itu sendiri. Keberadaan air dalam bahan pangan sering dihubungkan dengan mutu
bahan pangan, sebagai pengukur bagian bahan kering atau padatan, penentu indesks
kestabilan selama penyimpanan, dan penentu mutu organoleptik (Nuri et al
2011).
Analisis kadar air dalam bahan pangan sangat penting dilakukan
baik pada bahan pangan kering dan bahan pangan segar. Pada bahan pangan segar
terutama sayuran dan buah-buahan, kadar air sangat erat hubungannya dengan
tingkat kesegaran bahan. Metode analisis kadar air prinsipnya dibagi menjadi 2
golongan, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Analisis kadar air
metode langsung dilakukan dengan cara mengeluarkan air dari bahan pangan dengan
bantuan pengeringan oven, desikasi, destilasi, dan teknik fisika-kimia lainnya.
Kadar air dapat ditetapkan dengan cara penimbangan ,pengukuran volume atau cara
langsung lainnya (Nuri et al 2011).
Selain air, bahan pangan juga mengandung abu atau komponen
anorganik dalam jumlah yang berbeda. Abu adalah zat anorganik sisa suatu
pembakaran zat organik dalam bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan
menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan. Penentuan kadar
abu dapat digunakan untuk berbagai tujuan, yaitu menentukan baik atau tidaknya
suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu
parameter nilai gizi suatu bahan makanan (Mulyo et al 2008). Untuk
menentukan kadar abu dalam bahan, dapat dilakukan dengan pengabuan langsung dan
pengabuan tidak langsung.
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui kadar air
dalam suatu bahan pangan dan menentukan kadar abu dalam sampel.
II METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum, yaitu cawan porselin, cawan
alumunium, desikator, gegep besi, gegep kayu, oven, tanur, mortar, sudip, neraca
analitik, pisau, talenan, bunsen, triangle, dan kaki tiga. Bahan yang digunakan,
yaitu sawi, wortel, kentang, dan tahu.
2.2 Metode
2.2.1 Penetapan Kadar Air
Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
$
Cawan alumunium dicuci bersih lalu dikeringkan dalam oven pada
suhu 105OC ± selama 1 jam
$
Cawan dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator
sampai mencapai suhu ruang (± 15-30 menit) lalu ditimbang (diperoleh A gram )
$
Sampel yang akan digunakan diperkecil terlebih dahulu ukurannya
(Jika diperlukan) lalu ditimbang sebanyak 5 gr ke dalam cawan alumunium (
diperoleh B gram)
$
Cawan yang berisi sampel dimasukkan ke dalam oven dan
dipanaskan pada suhu 105OC selama 2 jam
$
Cawan dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam desikator sampai
mencapai suhu ruang (± 15-30 menit) lalu ditimbang (diperoleh C gram).
2.2.2 Penetapan Kadar Abu
Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
$
Cawan porselen dicuci bersih lalu dikeringkan dalam oven pada
suhu 200OC ± selama 15 menit
$
Cawan por
selen dimasukkan ke dalam tanur dan dipanaskan pada suhu
500OC selama 2 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 10-30
menit lalu ditimbang
$
Sampel hasil kadar air ditimbang sebanyak 2 gr ke dalam cawan
porselen
Cawan porselen dibakar di atas segita porselen dengan bunsen
pada api kecil sampai tidak berasap lagi (menjadi arang)
$
Dimasukkan ke dalam Tanur dan dipanaskan pada suhu
550OC selama 2 jam (atau sampai diperoleh abu)
$
Didingikan ke dalam desikator selama 10 menit lalu ditimbang.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 1 Hasil analisis kadar air
Sampel | Berat cawan (gr) | berat cawan + sampel (gr) | Berat setelah dikeringkan (gr) | Kadar air % |
Sawi | 5.7257 | 10.9628 | 6.0714 | 93.399% |
Sawi | 4.8131 | 9.8579 | 5.1568 | 93.187% |
Sampel | Berat cawan (gr) | berat cawan + sampel (gr) | Berat cawan + abu (gr) | Kadar air % |
Sawi | 11.0058 | 11.2245 | 11.0764 | 32.282% |
Tabel 2 hasil analisis kadar abu
3.2 Pembahasan
3.2.1 Analisis kadar air
Pada tanggal 11 Maret 2015, dilakukan praktikum Kimia Analitik
mengenai Analisis kadar air. Metode yang digunakan adalah metode pengeringan
oven udara. Penentuan kadar air dengan metode oven dilakukan dengan cara
mengeluarkan air dari bahan dengan bantuan udara panas. Pada metode ini, air
dikeluarkan dari bahan pada tekanan udara 760 mmHg sehingga air menguap pada
suhu 100OC (titik didih air). Penentuan kadar air dalam bahan
didasarkan atas berat yang hilang (gravimetri). Prosedur analisis kadar air
dengan metode oven pada praktikum ini mengacu pada metode resmi internasional,
yaitu AOAC 1984 (Association of Official Agricultural Chemists).
Sampel yang digunakan oleh kelompok 3 adalah sawi putih.
Berdasarkan hasil pengamatan, kadar air untuk sampel sawi putih adalah 93,293%
(kadar air basis basah). Data analisis yang diperoleh menunjukkan tingkat
accuracy yang tinggi karena sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
kadar air sawi putih, yaitu ≥95% (sumber: www.litbang.pertanian.go.id).
Ketidaksesuaian hasil yang diperoleh disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
ukuran partikel sampel, posisi sampel dalam oven, senyawa hidarat dalam bahan ,
dan jenis air dalam bahan.
Sampel yang berukuran lebih besar akan menyebabkan air lebih
sulit diuapkan. Pada saat dikeringkan, sampel akan mengalami pemekatan pada
permukaannya dan mengakibatkan terjadinya pengerasan (case hardening)
sehingga akan menghambat pengeluaran air dari dalam sampel. Oleh karena itu,
sampel terlebih dahulu dikecilkan ukurannya untuk membuka pori-pori pada
permukaan sampel sehingga air lebih mudah untuk dikeluarkan.
Sampel yang posisinya lebih dekat dengan sumber udara panas
akan lebih cepat menerima panas dibandingkan dengan sampel yang lebih jauh dari
sumber panas. Hal ini tentu akan mempengaruhi jumlah air yang teruapkan pada
sampel.
Adanya senyawa hidrat akan menyulitkan penguapan air dalam
bahan. Senyawa hidrat memiliki kemampuan untuk berikatan dengan air (bersifat
higroskopis). Hal ini akan menyebabkan air menjadi lebih sulit untuk dikeluarkan
dari sampel (Nuri et al 2011). Hal ini terutama terjadi pada bahan pangan
yang bersifat higroskopis seperti buah dan sayur yang berkadar gula tinggi.
Jenis air dalam bahan pangan terdiri dari 2 jenis, yaitu air
bebas dan air terikat.
Air bebas adalah molekul air yang secara fisik terikat dalam
matriks bahan pangan. Air bebas memiliki sifat mudah menguap apabila
dikeringkan. Air terikat adalah molekul air yang terikat secara kimia pada
molekul-molekul pangan lain, misalnya grup hidroksil dari polisakarida, grup
karbonil dan amino dari protein dan sisi polar lain yang dapat memegang air
dengan ikatan hidrogen. Pembentukan hidrat antara air dengan molekul lainnya
menyebabkan air berubah sifatnya, yaitu tidak dapat membeku dan sulit hilang
selama proses pengeringan (Feri 2010). Oleh karena itu, perbandingan jumlah air
bebas dan air terikat dalam sampel akan mempengaruhi jumlah air yang dapat
diuapkan yang dihitung sebagai kadar air sampel.
Terpaut : 1.
Laporan
Mikromeritik Lengkap
3.2.2 Analisis Kadar Abu
Pada tanggal 18 Maret 2015, dilakukan praktikum Kimia Analitik
mengenai Analisis kadar abu. Abu merupakan residu dari suatu bahan pangan yang
berupa bagian anorganik yang tersisa setelah bahan organik dalam makanan
didestruksi atau dapat diartikan bahwa abu adalah zat anorganik dari sisa hasil
pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan
mineral suatu bahan pangan. Kadar abu ditentukan berdasarkan kehilangan berat
setelah pembakaran dengan syarat titik akhir pembakaran dihentikan sebelum
terjadi dekomposisi dari abu tersebut (Sudarmadji 2003).
Metode yang digunakan adalah metode pengabuan kering. Analisis
kadar abu dengan metode pengabuan kering dilakukan dengan cara mendestruksi
komponen organik sampel dengan suhu tinggi di dalam tanur pengabuan tanpa
terjadi nyala api sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat konstan
tercapai (Nuri et al 2011). Residu yang didapatkan merupakan total abu
dari suatu sampel. Suhu pengabuan yang umum digunakan adalah 500OC.
Sampel yang digunakan adalah sampel sawi hasil analisis kadar
air. Hasil analisis kadar abu pada sawi putih adalah 32,2820 % (kadar abu
total). Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan standar, yaitu ≤ 1% (Sudarmadji
2003). Ketidaksesuaian yang diperoleh disebabkan oleh beberapa faktor, yaiitu
sampel yang digunakan terlalu sedikit, waktu pengabuan, dan interaksi abu dengan
lingkungan.
Sampel yang digunakan terlalu sedikit, yaitu 0,2 gr sedangkan
sampel yang seharusnya digunakan, yaitu 2 gr. Sampel yang terlalu sedikit
menyebabkan data yang diperoleh tidak mewakili atau mencerminkan data
sebenarnya. Sedikitnya sampel abu sawi disebabkan oleh 2 faktor, yaitu sumber
sampel dan cawan porselen yang retak. Sampel abu yang digunakan merupakan sampel
hasil analisis kadar air (pra-pengabuan) yang jumlahnya 0,6894 gr (≤ 2 gr).
Selain itu, cawan porselen yang digunakan mengalami retak karena dipanaskan pada
suhu yang terlalu tinggi sehingga sebagian sampel terbuang atau tidak dapat
digunakan lagi. Akibatnya, jumlah sampel abu yang dapat digunakan menjadi
berkurang hanya 0,2187 gr.
Proses pengabuan bertujuan untuk menghilangkan zat organik yang
ada dalam sampel sehingga diperoleh sisa pembakaran berupa abu. Menurut AOAC
2005, penetuan kadar abu ini dapat dilakukan secara langsung dengan membakar
bahan pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-600°C selama 2-8 jam. Namun, pada
saat praktikum, waktu pengabuan terlalu cepat sehingga diperkirakan tidak semua
zat organik hilang. Hal ini menyebabkan sisa pengabuan yang diperoleh dan
dihitung tidak hanya abu, tetapi campuran abu dengan zat organik yang
tertinggal.
Interaksi abu dengan lingkungan disebabkan oleh desikator yang
terlalu sering dibuka tutup. Hal tersebut menyebabkan kondisi di dalam desikator
menjadi tidak terkendali sehingga desikator tidak berfungsi dengan maksimal dan
terjadi interaksi abu dengan lingkungannya. Fungsi deksikator, yaitu untuk
menyerap air dan untuk mencegah cawan terkontaminasi uap air dari udara karena
di dalam deksikator terdapat silika gel yang sifatnya higroskopis untuk menyerap
air di sekitar (Mulyo et al 2008).
Abu bersifat higroskopis. Higroskopis adalah suatu sifat bahan
yang dapat mengikat air (Feri 2010). Jumlah air yang diikat oleh suatu bahan
dipengaruhi oleh RH lingkungan. bahan kering (abu) apabila disimpan pada
lingkungan dengan RH yang relatif tinggi maka akan menyerap air hingga terbentuk
kondisi kesetimbangan. Pada kondisi kering, abu memiliki nilai aw yang lebih
rendah dibandingkan dengan nilai ERH/100 lingkungan. Kondisi tersebut
menyebabkan abu perlahan lahan menyerap air dari lingkungan hingga kondisi
kesetimbangan dengan lingkungannya tercapai, yaitu pada saat Aw pangan sama
dengan ERH/100 (Feri 2010). Hal inilah yang menyebabkan penambahan berat pada
sampel abu sawi sehingga hasil yang diperoleh tidak akurat.
IV KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa kadar air
pada sawi putih dengan metode oven, yaitu 93,293 % (basis basah). Kadar abu pada
sawi putih dengan metode pengabuan kering, yaitu 32,282 % (total abu). Nilai
kadar air yang diperoleh lebih kecil jika dibandingkan dengan standar sedangkan
nilai kadar abu yang diperoleh lebih besar jika dibandingkan dengan standar.
DAFTAR PUSTAKA
Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 2005.
Official Methods of Analysis. Arlington: AOAC.
Feri K. 2010. Kimia Pangan (Komponen Makro). Jakarta
(ID): Dian Rakyat
Nuri A, Feri K, dan Dian H. 2011. Analisis Pangan.
Jakarta (ID): Dian Rakya
Mulyo RA, et al. 2008. Penetapan Kadar Abu (AOAC 2005).
Jurnal Gizi. Vol:1-6
Sudarmadji. 2003. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta (ID): Liberti
Baca Juga :
By : Dede Taufiq
0 Response to "Laporan Penetapan Kadar Air Dan Kadar Abu Lengkap Docx"
Post a Comment